Kamis, 12 Desember 2013

Makalah Anik Lestari

ANAK SUKA BERBICARA KASAR



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Banyak orangtua sering lupa kalau anak adalah pendengar yang aktif dan peniru yang baik. Jika orangtua sering menggunakan kata-kata kotor, demikian pula akan dilakukan oleh anak-anak. Anak-anak pun akan menyumpah dengan nada suara seperti orangtua mereka, dan anak-anak pun akan menggunakan kata-kata serapah di segala keadaan. Anak-anak sering menangkap kata-kata kotor yang didapat atau didengar dari teman sepermainan, sama seperti anak menangkap kata-kata kotor lain dari orangtua.
Orangtua kadang cemas jika mendengar si anak menggunakan kata-kata kotor. Orangtua akan merasa malu, kuatir akan disalahkan karena si anak akan mengajarkan kata-kata kotor lainnya kepada anak lain dan akan bertanya-tanya bagaimana membuat anak akan berhenti menggunakan kata-kata kotor tersebut. Orangtua juga kuatir sumpah serapah ini akan menganggap bahasa seperti ini mencerminkan seluruh keluarga dan orang-orang akan beranggapan bahasa seperti itu digunakan dan diizinkan dalam rumah. Karena ketakutan tersebut banyak orangtua menjadi marah dan bereaksi dengan keras ketika anak menggunakan kata-kata  kotor. Sebagai orangtua juga harus berhati-hati untuk tidak menyalahkan anak atas kecenderungan untuk meniru apa yang didengarnya.
Jika anak hanya menggunakan kata-kata kotor sekali-sekali, orangtua tidak perlu kuatir. Tapi jika anak sering menggunakan kata-kata kotor, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Yang terpenting adalah orangtua juga harus berhenti menggunakan kata-kata kotor tersebut. Jika anak tidak lagi mendengar orangtua berkata kotor, anak mungkin akan berhenti menggunakan juga. Sebaiknya orangtua juga menetapkan batasan-batasan pada bahasa. Biasanya jika orangtua tidak bereaksi berlebihan dan terus memperhatikan bahasa sendiri, anak pun akan berhenti menggunakan kata-kata kotor.
Bila suatu ketika anak mengucapkan kata kotor, lalu segera berhenti sesudah dilarang orangtua, ini tak jadi masalah, sebab memang wajar seorang anak ingin mencoba mempraktikkan penggunaan kosakata yang baru saja didengarnya. Akan tetapi, bagaimana jika bicara kotor menjadi kebiasaan anak? Hal ini tentu sangat menjengkelkan orangtua, apalagi jika didengar oleh orang lain, orangtua pun tercoreng mukanya. Lantas, langkah apa yang sebaiknya ditempuh orangtua bila larangan dan peringatan yang sudah berkali-kali diberikan tak juga digubris oleh sang anak? Berikut akan dibahas mengapa anak suka berbicara kotor, dan apa yang bisa dilakukan orangtua untuk mengatasinya.

1.2 Rumusan Masalah            
1.2.1  Apakah penyebab anak sering berbicara kotor ? 
1.2.2  Bagaimana dampak berbicara kotor terhadap psikologis anak ?
1.2.3  Bagaimana upaya mengatasi anak berbicara kotor ?

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui penyebab anak sering berbicara kotor
1.3.2 Untuk mengetahui dampak berbicara kotor terhadap psikologis anak
1.3.3 Untuk mengetahui upaya mengatasi anak berbicara kotor



 BAB II
DASAR TEORI
2.1 Konsep Anak Berbicara Kotor
            Acap kali kita merasa takjub akan hal-hal baru yang diserap adik-adik atau anak kita yang masih kecil dan berseragam merah-putih dari lingkungannya. Padahal kita tidak merasa membimbing atau mengajarkannya.
            Pengetahuan, perilaku, dan kosa-kata baru yang didapatnya sering membuat kita tercengang. Misalnya, tiba-tiba saja si kecil merengek minta dibelikan gitar sambil mendemonstrasikan kemampuannya bermain alat musik tersebut dengan gitar pinjaman. Atau, ketika sang ibunda sedang berkomat-kamit menghitung belanjaan, seketika si kecil menyeletuk menyebutkan total belanjaannya. Mungkin juga di suatu pagi yang tak anda sangka dia menyapa anda dengan penuh gaya mengucap “good morning!”.
            Sayangnya, tak semua yang didapatnya ialah hal-hal yang baik. Ketakjuban yang dialami seketika bisa berubah menjadi shock ketika si kecil dengan entengnya mengeluarkan kata-kata ‘kasar’ dan ‘sumpah serapah’ membawa-bawa nama hewan peliharaan, satwa kebun binatang, kotoran, bahkan hingga ke bagian-bagian sensitif dari aurat manusia, juga istilah hubungan badan dengan berbagai variasi kosa-kata dan bahasa. Meski, sebagian dari kata-kata yang terlontar tersebut mungkin belum mereka pahami artinya.
            Jika merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kasar, bermakna antara lain tidak halus, bertingkah laku tidak lemah lembut, dan tidak baik buatannya. Sesuatu yang tidak baik, sebagaimana diketahui, sering menimbulkan sejumlah persoalan mengarah ke hal yang negatif.
            Pengaruh yang diakibatkan dari kata-kata kasar (negatif) sesungguhnya amat besar bagi perkembangan jiwa seseorang, baik untuk yang mengucapkannya ataupun orang lain yang menjadi obyek ucapan tersebut. Ketika kata-kata negatif dilontarkan oleh seseorang, maka orang lain dapat berkesimpulan seperti apa watak orang tersebut. Manakala kata-kata negatif itu ditujukan kepada diri sendiri, maka ia dapat menjadi sosok yang kerdil, tidak ‘pede’, emosional, tidak bersemangat, tertutup, tidak punya keyakinan untuk melakukan sesuatu, dan pada akhirnya menyulitkannya untuk berkembang. Mungkin ia akan berjalan di tempat sementara orang lain berlari maju, atau malah surut ke belakang.
            Fenomena mengucapkan kata-kata ‘kotor’ oleh anak sekolah ini sekarang tak sulit untuk dijumpai. Biasanya mereka mengucapkan kata-kata ini ketika jauh dari pengawasan orangtua dan gurunya, sedang bergerombol bersama rekan sebaya, kemudian saling ‘menyapa’ rekannya dengan bertukar kalimat ‘wasiat’ tersebut. Momen ini dapat diamati ketika jam-jam pulang sekolah.
            Kata-kata kasar ini dapat menjelma menjadi momok yang menakutkan dan mengkhawatirkan bagi perkembangan jiwa anak-anak, maka sudah seharusnyalah kita, sebagai bagian dari lingkungan, mewaspadai dan mengantisipasi masalah ini. Karena memang, fenomena ini sekarang tak sulit lagi untuk ditemui di wilayah kemayoran, daerah tempat tinggal kita bersama.
            Dalam pengawasan orangtua dan guru, bisa jadi mereka mengeluarkan kalimat ‘baik-baik’. Namun ini tidak menjamin kata-kata ‘kotor’ itu belum terserap oleh mereka. Orangtua biasanya baru tersadar ketika secara tak sengaja si kecil kelepasan ngomong tatkala sedang jengkel atau marah. Bila ternyata kata-kata ‘kotor’ tersebut diucapkan secara sadar didepan orangtua, masalah yang dihadapi lebih serius. Karena ini berarti ia merasa tak ada yang salah dengan mengucapkan kata tersebut, dan menganggap lingkungan keluarga menyetujuinya, atau ia sudah tidak mempedulikan nilai yang dianggap baik di keluarga.

Tuntutan Lingkungan
            Menurut teori Erikson, anak-anak usia sekolah, tepatnya usia 6 sampai 12 tahun melihat apa yang dituntut oleh lingkungan, terutama dalam konteks sekolah dan sosial pertemanan. Mereka perlu mengatasi tuntutan tersebut dengan belajar lewat interaksi yang dialaminya di lingkungan, termasuk keluarga, sekolah, serta pertemanan.
            Melalui lingkungan tersebut mereka menangkap hal-hal apa yang ‘baik’, yang membuatnya merasa mampu/kompeten dan diterima lingkungan. Perasaan ‘mampu’ tersebut akan meningkatkan perilaku mereka.
            Anak-anak yang mendapat dukungan dan bimbingan terarah dari orang tua dan guru akan mengalami masa ini lebih positif. Dukungan tersebut akan mengembangkan rasa percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk bisa mencapai keberhasilan.
Sementara bila kurang mendapat dukungan dan bimbingan, mereka akan merasa ragu dengan kemampuan yang dimiliki. Bagi anak-anak yang mengalami hambatan dalam melalui tahapan ini, mereka merasa tidak mampu menangkap tuntutan dan akan muncul rasa inferior, perasaan tidak mampu dan tidak percaya diri. Dengan tumbuhnya rasa inferior, ia akan mencari lingkungan lain yang memungkinkan dirinya merasa ‘mampu’. Bisa jadi lingkungan tersebut adalah lingkungan yang menganut nilai berbeda dari apa yang diajarkan oleh lingkungan keluarga dan sekolahnya, dan mungkin membawa nilai-nilai negatif.
            Dalam kaitannya dengan fenomena bicara ‘kotor’ pada anak-anak. Perilaku ini menjadi berkembang ketika lingkungan pergaulan memberikan dukungan, dan dengan melakukan perilaku berbicara ‘kotor’ tersebut mereka merasa berarti, mendapat pengakuan dari teman-temannya.
            Perilaku tersebut juga mungkin terjadi pada anak-anak yang mengalami kesulitan merasa kompeten di sekolah atau kurang mendapat pengakuan dalam keluarganya terutama orang tua, akibat kurangnya bimbingan dan pengarahan.

Hiburan dan Tayangan Televisi
            Pengaruh lain yang memberikan andil pada perilaku anak ialah hiburan/tontonan. Dalam hal ini, salah satu hiburan yang sering diakses anak biasanya ialah tayangan televisi. Melalui kotak elektronik ini anak bisa mendapatkan dan meniru aneka kosakata serta tingkah laku, termasuk yang negatif. Maraknya tayangan yang menyampaikan kata-kata vulgar berbau umpatan tentu saja meresahkan orangtua yang memiliki anak. Mungkin ada yang masih ingat kasus seorang anak yang mati pada tahun 2006 karena di ‘smackdown’ temannya akibat meniru tayangan televisi?, pengaruh yang sama dapat muncul dalam bentuk kosa-kata ‘kasar’.
            Sekarang ini, bahkan acara televisi yang dikhususkan untuk anak-anakpun, terkadang menyajikan tayangan yang didalamnya berisi kata-kata kurang pantas untuk telinga anak. Seleksi tayangan televisi yang akan ditonton anak perlu diberlakukan untuk mencegah dan meminimalkan efek negatif yang timbul melalui tayangan.
Menurut hasil penelitian, ternyata ada hubungan yang signifikan antara frekuensi menonton televisi dengan perilaku kasar anak-anak kepada orangtua, sesama teman, guru dan orang lain. Perilaku kasar yang dapat muncul tersebut antara lain: tidak mematuhi perintah, menyakiti perasaan, kurang/tidak menghormati, menyakiti perasaan guru dan temannya, berkelahi, memukul, membohongi, menakut-nakuti temannya, serta sejumlah perilaku kasar atau kotor lainnya.
            Bukan hanya tayangan televisi, lagu yang memiliki lirik kurang pantas untuk dinyanyikan anak, aneka buku bacaan baik cerita ataupun komik, serta video game juga mempunyai potensi pembawa pengaruh buruk. Namun hal tersebut bukan berarti kita harus menghalangi akses yang menjadi hiburan anak, tidak semua yang didapat dari hiburan ialah hal buruk. Hal-hal baik seperti kreatifitas, dan rangsangan pengetahuan melalui buku, merupakan beberapa sisi positifnya. Pada intinya yang perlu dilakukan ialah pengawasan dan kontrol.
Dimulai dari Keluarga
            Keterampilan berbicara si kecil tentunya tidak didapat begitu saja bagai wangsit, melainkan dipelajari dari lingkungan sekitar, yakni keluarga, sekolah, tempat bermain, disamping faktor-faktor lainnya.
            Keluarga sebagai lingkungan terdekat mempunyai pengaruh paling besar dalam pembentukan perilaku. Terkadang secara tidak sadar, ada pengucapan kata-kata ‘kotor’ terlontar dari anggota keluarga lainnya yang terdengar oleh si kecil, dan ditiru olehnya.
Bila lingkungan dalam keluarga sudah kondusif, lingkungan lainnya seperti sekolah dapat disiasati melalui kerjasama dengan guru untuk pengawasan. Sesekali anda juga perlu menengok tempat bermain si kecil untuk mengetahui perkembangan dan keadaan lingkungan tempatnya bermain.
            Pengarahan dalam berperilaku terhadap si kecil di keluarga juga perlu diperhatikan oleh seluruh anggota keluarga (remaja & dewasa) lainnya, termasuk si ‘mbok’. Karena merekalah orang-orang yang sehari-harinya banyak berinteraksi dengan si kecil.
Membiasakan anak untuk berbicara dengan baik perlu dilakukan sejak dini. Bila sudah terlanjur bicara ‘kotor’, mengubahnya memang bukan sesuatu yang mudah. Namun dalam rentang usia sekolah, taraf berpikir mereka sesungguhnya sudah mampu untuk diberikan pemahaman akan sesuatu yang baik dan tidak baik. Hanya saja, kita perlu mengarahkan mereka untuk bisa menilai sendiri mana lingkungan yang baik, dan mana yang tidak baik untuk mereka.
            Apapun kondisinya, pengaruh terbesar dan pertahanan terbaik tetap berada di keluarga. Jadikan keluarga anda sebagai pemberi pengaruh baik paling besar pada si kecil. Jangan sampai justru lingkungan keluarga yang memberikan pengaruh dan dukungan buruk, kemudian si kecil menularkannya di lingkungan teman-temannya.
Pada umumnya, anak usia prasekolah belum memahami benar arti kata yang ia ucapkan. Anak juga belum memahami apakah kata-kata itu pantas atau tidak pantas untuk diucapkan. Ketika anak mengatakan kata kasar atau kotor, bukan bermaksud memaki, tetapi semata-mata hanya sekadar meniru.
            Psikolog, Maesera Idul Adha, Psi dari RS Fatmawati Jakarta mengatakan perilaku suka meniru melekat pada anak usia prasekolah. Apa yang dilihat atau didengar di lingkungannya akan ditiru anak. Begitu ada sesuatu yang baru di lingkungan, termasuk kata kasar atau jorok, akan cepat diadposinya. Kemampuan anak prasekolah memelajari hal baru berkembang dengan pesar. Anak begitu bersemangat mengekplorasi berbagai hal di lingkungan.
            Tentunya orangtua tak boleh berdiam diri. Orangtua perlu meluruskan sikap atau perilaku anak agar tidak menimbulkan hal negatif lain. Apalagi jika anak menganggap, mengucapkan kata kasar dan kotor adalah hal biasa saja. Berikut langkah bijak yang bisa diambil para orangtua untuk mengatasinya:
            Bila suatu ketika anak mengucapkan kata kotor, lalu segera berhenti sesudah dilarang orangtua, ini tak jadi masalah, sebab memang wajar seorang anak ingin mencoba mempraktikkan penggunaan kosakata yang baru saja didengarnya. Akan tetapi, bagaimana jika bicara kotor menjadi kebiasaan anak? Hal ini tentu sangat menjengkelkan orangtua, apalagi jika didengar oleh orang lain, orangtua pun tercoreng mukanya. Lantas, langkah apa yang sebaiknya ditempuh orangtua bila larangan dan peringatan yang sudah berkali-kali diberikan tak juga digubris oleh sang anak? Berikut akan dibahas mengapa anak suka berbicara kotor, dan apa yang bisa dilakukan orangtua untuk mengatasinya.
Imitasi atau meniru adalah hal yang lumrah terjadi pada anak Batita. Imitasi juga merupakan salah satu cara belajar yang penting, terutama bagi anak usia 2 hingga 3 tahun, sehingga bila anak tidak memiliki kemampuan untuk meniru, maka orangtua harus “aware” bahwa ada sesuatu yang “salah” dalam perkembangannya.

2.2 Konsep Faktor Penyebab
§  Keinginan mendapat perhatian
Begitu anak melontarkan kata kotor, anak segera mendapat perhatian dari orangtua maupun orang dewasa lainnya, sekalipun perhatian itu berbentuk teguran atau amarah.
§  Ada kesenangan yang diperoleh dari mengejutkan orang lain
Ada perasaan senang yang dialami anak saat berhasil mengejutkan orang lain. Ketika anak bisa membuat orang dewasa shock, seketika ia merasa bisa mengungguli orang dewasa tersebut.
§  Keinginan melepaskan emosi marah dan kecewa
Anak mungkin menggunakan kata-kata kotor itu untuk mengekspresikan perasaan marah, kesal, atau kecewa pada orang lain.
§  Keinginan memberontak
Anak mempunyai suatu perasaan bermusuhan terhadap orang dewasa. Selama ini ia mungkin merasa terlalu ditekan, dibatasi, atau mungkin juga merasa diperlakukan dengan kasar, akibatnya ia jadi berkeinginan untuk memberontak dan agresif melawan orang dewasa
§  Pandangan salah bahwa kata kotor adalah bagian dari kedewasaan
Anak berpikir bahwa kata kotor adalah kata yang wajar digunakan oleh orang-orang dewasa. Karena ingin merasa dewasa, anak pun menggunakan kata kotor.


§  Keinginan diterima teman sebaya
Anak yang sudah mulai menginjak usia remaja berjuang untuk mendapat penerimaan dari kelompok teman-teman sebayanya. Beberapa anak mengira bahwa dengan bicara kotor, ia akan dipandang gaul, berani, atau macho oleh teman-temannya. Anak-anak sering kali mengatakan kata-kata kasar dan jorok karena menikmati reaksi orang-orang di sekitarnya, seperti ia ditertawakan seolah-olah itu lucu dan menghibur, atau diperhatikan dengan rasa kaget dan ingin tahu dari lingkungannya.
§  Mencontoh kebiasaan orang sekitar
Jika orang-orang sekitar yang ditemui anak sehari-hari adalah orang yang tak dapat mengendalikan diri saat marah sehingga suka memaki-maki dengan kata kotor, anak tidak belajar mengembangkan pengendalian diri yang baik, akhirnya anak pun menjadi pribadi yang sulit mengendalikan diri untuk tidak berkata kotor saat marah. Anak berkata kasar atau jorok bisa juga karena ia menirunya dari teman di sekolah, sekadar iseng, atau saat ia merasa marah dan mengetahui bahwa kata tadi bisa memancing kekesalan orang lain, atau hanya karena sedang mempelajari kata-kata yang baru dan senang dengan bunyi kata itu tanpa mengetahui artinya
2.3 Konsep Upaya Mengatasi
§  Mengajarkan ekspresi emosi yang lebih tepat  
            Bila anak mengeluarkan kata-kata kotor tiap kali ia marah, ajarkan cara mengekspresikan emosi yang lebih baik, misalnya dengan berbicara asertif, yaitu menyampaikan kepada orang lain tentang ketidaksetujuan kita terhadap perilakunya yang membuat kita merasa tidak nyaman. Anak yang masih kecil biasanya kesulitan untuk merumuskan bagaimana perasaannya, padahal mengenali perasaan beserta penyebab timbulnya perasaan merupakan langkah untuk bisa mengelola emosi secara baik. Oleh karena itu, ketika melihat anak sedang diluapi perasaan marah atau frustrasi, orangtua bisa membantu membacakan perasaannya dan menjelaskan sebab timbulnya perasaan tersebut. Misalnya saja saat anak marah karena diejek teman, orangtua bisa berkata, “Alvin, kamu jengkel sekali ya, karena si Robert mengejek caramu menyanyi di depan kelas. Kamu bisa bilang padanya bahwa kamu jengkel ditertawakan terus, dan minta supaya ia tidak lagi mengungkit hal itu.”
§  Mengabaikan 
            Bila tujuan anak adalah mendapatkan perhatian orangtua, atau mendapatkan kesenangan dari membuat orang terkejut, cara mengabaikan ini saja mungkin sudah ampuh menghentikan kebiasaan anak bicara kotor. Mengabaikan dilakukan dengan pura-pura tidak mendengar anak atau tidak menunjukkan ekspresi terkejut saat mendengar kata-kata kotor anak. Jadi, saat anak mengeluarkan kata-kata kotor, orangtua tidak perlu memelototi anak, berteriak, atau memukul anak, melainkan cukup mengalihkan pandangan ke arah lain atau kembali menggeluti aktivitas/kesibukan yang sedang dikerjakan.
§  Berpura-pura bodoh
            Cara ini memang sepintas kelihatan aneh, tapi kadang justru jadi cara yang ampuh. Saat anak mengeluarkan kata-kata kotor, orangtua bertanya dengan lagak bodoh, “Eh, kata apa yang kamu bilang tadi? Apa artinya itu? Mama nggak ngerti. Coba kasih tahu mama.” Dengan bersandiwara pura-pura tidak mengenal kata yang digunakan anak, anak justru jadi merasa bingung, sehingga di lain waktu, ia akan menjadi malas menggunakan kata-kata itu.
§  Menyatakan ketidaksetujuan
            Nyatakan bahwa Anda tidak senang bila mendengar kata-kata itu keluar dari mulut anak. Beri tahu anak bahwa kata-kata yang buruk bisa mencerminkan bahwa orang yang mengatakannya adalah orang yang tidak sopan, atau tidak tahu aturan, sehingga jika ia menggunakannya, orang lain bisa mengira dia anak yang tidak sopan. Bisa juga mengatakan kepada anak, “Teman-temanmu mungkin pakai kata-kata itu, tapi kita tidak,” atau “Mama tidak pernah marahi kamu pakai kata-kata itu, jadi mama juga tidak mau kalau kamu pakai kata-kata itu untuk marah.”
§  Menggunakan metode hukuman
            Begitu mendengar anak melontarkan kata kotor, hukum anak dengan time out. Katakan kepada anak bahwa karena telah mengucapkan kata yang seharusnya tidak diucapkan, ia harus meninggalkan aktivitas yang sedang dilakukannya, pergi ke suatu tempat dan menyendiri di situ selama waktu yang ditentukan (10 menit, misalnya). Biarkan selama waktu itu anak terisolasi atau tidak bisa berkomunikasi dengan siapapun juga. Apabila anak tidak mau pergi secara sukarela ke tempat yang Anda tentukan, Anda bisa mengangkatnya atau menuntunnya ke sana. Hukuman fisik seperti menampar, mencuci mulut anak dengan sabun, atau memaksa anak memakan sambal, sebaiknya tidak dipilih orangtua, sebab hukuman fisik justru berpotensi meningkatkan rasa permusuhan dalam diri anak.
§  Menggunakan metode pemberian hadiah
            Jika anak sudah lama terbiasa berbicara kotor, sukar baginya untuk langsung berhenti total menggunakan kata-kata kotor tersebut. Dalam keadaan ini, lebih baik orangtua mengadakan perjanjian dengan anak, yaitu bahwa jika dalam waktu yang ditentukan anak tidak berbicara kotor, anak mendapat poin, poin yang terkumpul kemudian ditukar dengan hadiah bila jumlahnya mencapai target. Sebagai contoh, jika dalam sehari anak tidak berbicara kotor, anak mendapat satu tanda centang yang ditulis dalam tabel, di akhir minggu, jika jumlah tanda centang yang diperoleh anak mencapai 5, anak mendapat coklat kesukaannya. Hadiah bisa juga berupa aktivitas yang disukai anak, misalnya bepergian ke tempat wisata, atau bisa juga berupa izin melakukan suatu hal yang diinginkan anak, misalnya orangtua memberikan izin untuk bergadang di akhir pekan menonton film sampai pukul 23.00 malam.




BAB 3
PEMBAHASAN
A.ANALISIS
          Kasus yang akan kami angkat adalah kasus yang dilalukan oleh M.Affan Maulana dia lahir pada 01 Mei 2009 dia anak tunggal,Ayahnya bekerja di suatu perusahaan sedang ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga.
            Lingkungan Affan bermain sangat lah berpengaruh pada perkembangan bahasanya ,dya tidak mempunyai teman yang sebaya temannya bermain adalah anak-anak usia SD klas 1-5 yang sudah mengenal lingkungan luar dan bahasa yang dipkai sehari-hari pun juga kasar dan kotor anak-anak sering mengucapkan kata-kata kasar seperti “Goblok,bego,bodoh,anjing,monyet,jangkring”.Tanpa diketahui oleh ibu nya Affan sering sekali keluar rumah dan ikut bermain bersama anak-anak tersebut dan pada suatu ketika Affan marah adalah kata-kata “Ayah ini bodoh betul dan kata-kata kasar lainnya” Ibunya kaget dan ditanya apakah Affan mengetahui arti kata-kata yang ia ucapkan Affan pun menjawab tidak tau.

B. Sintesis

            Dari beberapa kasus yang dilakukan oleh affan dapat ditarik kesimpulan kalau dia hanya terpengaruh lingkungan bermainnya tanpa dia mengetahui apa maksud kata-kata yang telah ia ucapkan.
C. Diagnosis
            Menurut penelitian saya dan hasil bincang-bincang saya dengan ibunya saya tarik kesimpulan bahwa ia ingin mencari perhatian dan ingin dihargai dikalangan teman bermainnya ,bukan hanya dianggap anak bawang karna usianya masih kecil.
D.Prognosis
            Langkah awal yang saya dan ibu nya lakukan dalam menangani hal ini adalah saya ajak Affan sering dirumah menonton film-film kartun dan film film edukasi anak yang mendidik,selain itu affan juga sangat suka mewarnai gambar jadi dirumah disediakan gambar serta krayon buatnya mewarnai dirumah,dalam waktu kurang lebih satu minggu dia dikurung didalam rumah dengan fasilitas yang dia inginkan dia tidak pernah protes dan tidak ingin main-main dengan teman bermainnya,karena saya merasa dya sudah mampu saya memasukannya ke TPQ yang lumayan jauh dari rumahnya,dia saya masukan ke kelas paling kecil dan teman-temannya pun seumuran dengan nya sehingga dia merasa senang tiap kali mau berangkat mengaji ,lingkungan sosial di tempat pengajiannya sangatlah baik dan mendukung perkembangannya,
Ditempatnya mengaji sering juga di kasih dongeng dan filmfilm singkat tentang anak-anak sholih sehingga input dalam memory nya cukup bagus dan melekat,
Dan Alhamdulillah dengan peralihan lingkungan dan dukungan orang tua penuh Affan bisa berubah dari anak yang suka berkata-kata kasar menjadi anak yang sholih dan berbahasa yang bagus kepada orang tua serta orang disekitarnya meskipun kadang masih mengeuarkan kata-kata “bodoh” tapi sudah benar-benar berkurang dan sangat jarang bahkan Affan selalu mengucapkan salam sebelum dan sesudahnya dia berangkat ngaji,Bahkan setiap mau makan dan mau tidur maupun sesudahnya dia selalu membaca do’a dengan dituntun ibu nya
Subhanalloh




 BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa, Jika orang-orang sekitar yang ditemui anak sehari-hari adalah orang yang tak dapat mengendalikan diri saat marah sehingga suka memaki-maki dengan kata kotor, anak tidak belajar mengembangkan pengendalian diri yang baik, akhirnya anak pun menjadi pribadi yang sulit mengendalikan diri untuk tidak berkata kotor saat marah. Anak berkata kasar atau jorok bisa juga karena ia menirunya dari teman di sekolah, sekadar iseng, atau saat ia merasa marah dan mengetahui bahwa kata tadi bisa memancing kekesalan orang lain, atau hanya karena sedang mempelajari kata-kata yang baru dan senang dengan bunyi kata itu tanpa mengetahui artinya.
B.SARAN
            Seharusnya sebagai orang tua atau orang dewasa harus tanggap terhadap perkembangan dan keseharian anak apabila ada yang sekiranya aneh atau mengganjal pada anak harus segera ditindak lanjuti agar anak bisa terkontrol dan segera ditangangani,orang tua harus memberikan dan mendukung anak sepenuhnya untuk berubah menjadi baik,
            Selain itu komunikasi orang tua dan anak harus selalu terjaga sehingga anak merasa dirinya aman dan selalu ada yang merhatikan sehingga anak tidak mencari perhatian diluar yang banyak pengaruh negatifnya terhadap perkembangan anak.













DAFTAR PUSTAKA

   Ega Siregar. Buku Pintar Balita cerdas,Bagian anak mencontoh orang tua.Jakarta :Delapratasa. 2006
      Drs. H. Abu ahmadi dan Drs.Munawar Sholeh.Psikologi Perkembangan.Jakarta :Rineka Cipta.2005
      Drs.Save M. Dagun. Psikologi Keluarga.Jakarta :Rineka Cipta.2002
      Dra.Moeslicatoen R., M.pd. Metode pengajaran di taman kanak-kanak.Jakarta : Rineka Cipta.2004
      Dr.Kaertono kartini. Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju.2000
      www.organisasi.org, 2008,jenis/macam tipe pola asuh orang tua pada anak & cara mendidik/mengasuh anak yang baik.
      Mradhi.com/…Pengaruh –pola-asuh-terhadap- perkembangan –bahasa- anak


        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar