Laporan observasi
ANAK
YANG AGRESIF
DI SUSUN OLEH :
DESY
WULANDARI
1105125027
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDDIKAN
UNIVERSITAS
MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
penanganan
untuk anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku menjadi suatu tantangan
tersendiri bagi penyelenggara pendidikan mengingat karakteristik dan kebutuhan
anak yang berbeda-beda. Yaitu “anak yang secara kronis dan mencolok
berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak dapat
diterima atau pun secara pribadi tidak menyenangkan, tetapi masih dapat diajar
untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima, Anak yang mengalami gangguan
emosi dan perilaku (children with emotional and behavior disorder)
atau anak tunalaras adalah anak-anak yang kesulitan dalam beradaptasi dan
bersosialisasi dalam masyarakat yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan dalam
hal mengatur emosi dan perilaku. Berdasarkan teori Kauffman (Sunardi, 2010:
10), “prevalensi secara umum mengenai anak yang berperilaku menyimpang terdapat
berkisar lima hingga 20 persen atau bahkan lebih dari populasi anak di
sekolah”. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan akan keberadaan anak
dengan perilaku menyimpang terdapat juga di sekolah-sekolah umum yang tidak
hanya terpusat di sekolah luar biasa. Perilaku menyimpang pada batas-batas yang
wajar pada seorang anak masih dapat ditolerir atau diabaikan, namun apabila
sudah menjurus dapat merugikan dirinya dan orang lain perlu ditangani secara
sunguh-sungguh, karena dapat berakibat lebih fatal.
Anak
agresif masuk dalam klasifikasi anak dengan gangguan emosi dan perilaku. Anak
agresif pada umumnya merupakan anak yang sering melakukan pelanggaran norma
atau kebiasaan pada umumnya, dengan intensitas kejadiannya melebihi kewajaran
anak seusianya. Anak-anak tersebut cenderung menunjukkan prasangka permusuhan.
Bahkan terhadap beberapa stimulus kadang anak agresif sering mengartikannya
sebagai tanda permusuhan dan meresponnya dengan tindakan yang agresif dan
merusak. Anak beranggapan bahwa dengan perilaku agresif akan mampu
menyelesaikan permasalahan sosial dan mendapatkan apa yang diinginkan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka peneliti merumuskan
masalah sebegai berikut : apa yang dimaksud dengan anak yang agresif dan
bagaimana penanganan yang harus dilakukan ?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan anak yang agresif dan
bagaimana penanganan yang harus dilakukan.
D.
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat bagi keilmuan Pendidikan
anak usia dini sebagai informasi dan gambaran untuk mengetahui ekspresi anak
agresif yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program penanganan anak
agresif.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dapat
membantu siswa untuk mengenal emosinya sehingga akan lebih memudahkan anak untuk
mengelola emosi yang dirasakan serta mengajarkan anak untuk memahami ekspresi
emosi yang ditunjukkan oleh orang lain. Dengan ekspresi emosi
anak yang semakin tertata maka perlahan perilaku agresif anak akan berkurang.
b. Bagi Pihak
Sekolah
Hasil penelitian dapat dijadikan acuan
untuk penyusunan treatmen penanganan untuk anak di sekolah. Karena pemetaan
tentang ekspresi emosi anak dapat digunakan untuk mengetahui posisi anak dalam
tingkat tugas perkembangan emosinya. Dengan demikian setelah anak diketahui
keberadaannya dalam tugas perkembangan emosi, treatmen penanganan anak dapat
disusun sesuai dengan tugas perkembangannya.
BAB II
DASAR TEORI
1.
Pengertian
agresif
Agresif berarti cenderung (ingin) menyerang kepada
sesuatu yang di pandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau
menghambat. (KBBI: 1995:12). Perilaku ini dapat membahayakan anak atau orang
lain misalnya, menusukkan pensil yang runcing ke tangan temannya atau
mengayun-ayunkan tasnya sehingga mengenai orang yang berada disekitarnya.
Kata agresif berasal dari bahasa latin yaitu
“agredi” yang berarti menyerang atau bergerak kedepan dalam psikologi agresif
mengandung dua makna yakni yang baik (good sense) dan yang buruk (bad sense).
Agresi dalam makna baik merupakan tindakan untuk meraih kesuksesan meskipun
dihadangoleh berbagai rintangan misalnya ingin memperoleh perhatian dari
lingkungan, menyatakan suatu kemauan dll. Sedangkan agresi dalam makna buruk
merupakan agresi benci, yaitu agresi yang dilakukan semata-mata sebagai
pelampiasan keinginan untuk menyakiti atau melakukan tindakan tanpa tujuan
selain untuk menimbulkan efek kerusakan atau kesakitan pada korban (Nurlaela,
2003:19).
Poerdarmita (1995:91) memberikan pengertian perilaku
agresif sebagai suatu perbuatan menyerang.
Kartono (1991:42) menyatakan bahwa perilaku agresif
adalah perilaku yang yang dilakukan seseorang dapat berbentuk kemarahan yang
meluap-luap, tindakan yang sewenang-wenang , penyergapan, kecaman, wujud
perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan dan kesakitan pada orang lain.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
perilaku agresif anak adalah perilaku negative yang dilakukan oleh anak yang
dapat mengganggu, menyakiti dan
merugikan orang lain maupun benda-benda disekitar. Perilaku yang negative
tersebut dapat berupa perkataan (mengejek, mengolok,menghina dan berbicara
kasar) dan perbuatan ( berkelahi, mengganggu, merusak, menendang, memukul,
dll).
2.
Bentuk-bentuk
perilaku agresif
Bentuk perilaku agresif memiliki karakteristik yang
sangat beragam, dari yang ringan hingga yang berat, dan biasanya dapat
dinyatakan secara perkataan (verbal) dan perbuatan (non verbal). (haerudin,
2002:30-31).
Perilaku agresif secara verbal memiliki cirri-ciri,
antara lain adanya penggunaan bahasa kasar, sering bertengkar mulut, mengkritik
dengan pedas, menghina dan memanggil orang lain dengan nama yang tidak disukai
orang lain. Sedangkan cirri-ciri perilaku agresif secara fisik atau non verbal
antara lain menggigit, mendominasi, berkelahi, memukul serta perilaku
destruktif lain yang mengganggu kesenangan dan ketenangan orang lain.
Bentuk-bentuk perilaku agresif di kelompokkan ke
dalam beberapa kecenderungan perilaku agresif, yang meliputi :
a. Kecenderungan
untuk menonjolkan atau membenarkan diri (self-asertion), seperi: menyombongkan
diri dan memojokkan orang lain.
b. Kecenderungan
untuk menuntut meskipun bukan miliknya (possession), seperti merampas barang
kepunyaannya bila diambil orang lain dan suka menyembunyaikannya dari orang
lain.
c. Kecenderungan
untuk menganggu (teasing) seperti mengejek orang lain dengan kata-kata yang
kejam, menyembunyikan barang milik orang lain dan menyakiti orang lain.
d. Kecenderungan
untuk mendominasi (dominance) seperti tidak mau ditentang baik pendapat atau
perintahnya dan suka menguasai orang lain.
e. Kecenderungan
untuk menggertak (bullying) seperti memandang orang lain engan benci.
f. Kecenderungan
untuk menunjukkan permusuhan secara terbuka ( open hostility) seperti
bertengkar berkelahi dan mencaci maki.
g. Kecenderungan
untuk berlaku kejam dan suka merusak (violence & destruction) seperti
menentang disiplin dan melukai orang lain secara fisik.
h. Kecenderungan
untuk menaruh rasa dendam (revenge) seperti melukai dengan kata-kata.
Menurut
(Handayani:2000) Bentuk-bentuk perilaku agresif yang sering ditunjukkan oleh
anak, yaitu :
1. Penyergapan
secara fisik seperti mencubit dan memukul
2. Penyerangan
dengan menggunakan benda misalnya memukul dengan buku.
3. Penyerangan
dalam bentuk verbal misalnya mengejek dan menghina.
4. Pelanggaran
hak milik misalnya mengambil secara paksa barang yang bukan miliknya.
3.
faktor-faktor
penyebab perilaku agresif pada anak
1.
factor keluarga
Beberapa factor keluarga yang dapat
menyebabkan perilaku agresif anak, antara lain :
a. Pola
asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisten.
b. Sikap
pesimis orang tua.
c. Sikap
orang tua yang keras dan penuh tuntutan.
d. Gagal
memberikan hukuman yang tepat.
e. Memberi
hadiah kepada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku
prososial.
f. Kurang
memonitor dimana anak berada.
g. Kurang
memberikan aturan.
h. Tingkat
komunikasi verbal yang rendah antara orang tua dan anak.
i.
Gagal menjadi model yang baik dalam
membiasakan perilaku prososial dan keterampilan memecahkan masalah.
j.
Orang tua yang depresif yang mudah
marah.
2.
factor sekolah
Beberapa anak sudah mulai mengalami
masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah. Sedangkan anak
yang lainnya mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah.
Temperamen anak dan kompetensi social yang dimilikinya bersama dengan perilaku
teman-teman serta guru dapat berperan dalam munculnya masalah emosi dan
perilaku. Kondisi yang dialami anak dengan masalah emosi dan perilaku dapat
menjadi berbahaya jika anak yang menampilkan perilaku agresif di tolak oleh lingkungannya.
Hal ini akan membuat anak merasa tidak nyaman dan akhirnya makin menampilkan
perilaku yang agresif.
Dapat saja terjadi guru dan teman sebaya
merupakan model dari perilaku agresif dan anak mencontoh perilaku tersebut.
3.Faktor
budaya
Berbagai pengaruh budaya yang spesifik mempengaruhi lui
tingkat kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi.
Beberapa akibat penayangan kekerasan di
media yaitu sebagai berikut :
a. Mengajari
anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat
diatasi dengan perilaku agresif.
b.Anak
menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan
perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
c. Menjadi
tidak sensitive dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan.
Teman sebaya juga merupkan sumber yang
paling mempengaruhi anak. Ini merupakan factor yang paling mngkin terjadi
ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang
mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak
lain. biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai yang jagoan, sehingga
perkataan dan kemauannya selalu diikuti oleh teman-temannya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Analisis
Nama
: Rama Apriansyah
Kelas
: TK B
Usia
: 4 tahun 9 bulan
Anak
ke : 1 (pertama)
Alamat
: jln. Ks. Tubun dalam
Nama
orang tua
Ibu
: yanti oktavia
Ayah
: apriansyah
Alamat
: jln. Ks. Tubun dalam
Pekerjaan
orang tua
Ibu
: ibu rumah tangga
Ayah
: wiraswasta
B.
Sintesis
Menurut
hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, peneliti menyimpulkan bahwa rama
adalah anak yang agresif. Hampir setiap hari subjek berperilaku yang merugikan
dan membahayakan keselamatan orang lain. Anak tersebut sulit membedakan maksud
dari candaan teman sebayanya. Jika anak sudah mulai terusik maka ia akan
langsung membalas usikkan temannya dengan balasan yang lebih, seperti memukul
dengan keras ataupun melempar sesuatu yang ke arah temannya dengan benda
terdekat darinya dan tak jarang ia menggunakan batu atau pun benda keras
lainnya untuk mengekspresikan amarahnya.
Saat
pembelajaran di kelas, perilaku anak sulit untuk dikondisikan, banyak aktivitas
anak yang tidak mendukung pembelajaran seperti membantah, memukul dan
mengganggu, tidak mengerjakan tugas, tidak bisa duduk diam di kursinya, keluar
kelas serta sulit diajak berkomunikasi terkait pembelajaran akademik di kelas,
di mana anak dalam belajarnya cenderung kurang memiliki kepatuhan terhadap
aturan atau norma yang mengatur interaksi antara anak sebagai seorang yang
sedang belajar dengan bahan belajar (guru dan sebagainya), sehingga proses
belajarnya sendiri tidak akan berlangsung secara optimal.
C.
Diagnosis
Anak memiliki perilaku sosial yang kurang dapat
diterima oleh lingkungannya, hal ini dikarenakan perilaku agresif yang
ditunjukan anak memiliki kualitas dan kuantitas yang tinggi. Anak merasa puas
melakukan tindakan kasar tertentu untuk mencapai keinginan. Pendidik dapat
segera mengidentifikasi dan menindaklanjuti secara serius perilaku anak agresif.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kasus ini, peneliti menemukan pemicu
perilaku agresif anak usia TK B (4-5 tahun). Perilaku agresif pada kasus
disebabkan oleh beberapa faktor seperti :karna anak mengalami, akibat
tindakan-tindakan agresif yang dilakukan orang tua kepada anak, frustasi
terhadap tindakan agresif ayah, sikap ibu yang terlalu over protective , proses
belajar mengajar guru di TK, serta social modeling.
D.
Prognosis
Berdasarkan
diagnosis diatas langkah awal yang harus dilakukan adalah :
·
Pola asuh orang tua kepada anak, akan
sangat mempengaruhi perilaku anak di “dunia luar” Karena seorang anak akan
sangat merindukan suasana rumah yang bahagia untuknya bisa bertumbuh secara
fisik maupun mental. Oleh karena itu, pola asuh yang baik dan benar akan sangat
dibutuhkan oleh sang anak. Bila suasana rumah, atau tempat orang tua mengasuh
anak, tidak mendukung, maka hal ini bisa memicu sifat agresif anak. Sikap
agresif anak pertama-tama disebabkan oleh adanya hal-hal yang dirindukan sang
anak, namun sang anak tidak bisa mendapatkannya. Amarah yang “tidak terkendali”
karena sifat yang masih kekanak-kanakan atau kedewasaan yang belum matang, bisa
menyebabkan anak menjadi agresif. Biasanya sifat seperti ini disebabkan oleh
keadaan rumah yang terlalu “kering” bagi sang anak. Sang anak merasa tidak
mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya.
·
Pengawasan Khusus, Apa
pun yang dia
lakukan adalah untuk mencari perhatian dari orang tua teman-temannya dan dari guru. Dalam
hal ini, maka harus ada seorang guru yang dekat padanya. Maka dibutuhkan suatu pendekatan yang intens kepada anak
didik yang seperti ini, agar
guru tersebut bisa
memberikan “kebutuhan” anak yang
agesif ini. Kedekatan antara guru dan
anak didik, juga berguna agar guru bisa memberikan nasihat kepada anak ini dengan cara yang
lembut. Dalam hal ini perlu
adanya komunikasi yang baik antara guru
dan orang tua.
·
Mencari
Pengebab Utamanya, Mencari penyebab
utama juga sangat
penting. Anak yang
agresif bisa dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Bisa faktor psikis maupun psikologis. Faktor
psikologis, biasanya berhubungan dengan kesiapan anak masuk
sekolah, masalah keluarga, dan masih
banyak lagi. Bila
kita sudah tahu
apa penyebabnya, biasanya
hal ini akan memudahkan dalam menanganinya.
·
Perlunya Program Parenting Di Sekolah, Pengenalan program parenting di sekolah juga sangat penting. Biasanya hal ini akan sangat berguna agar para guru
dan orang tua semakin tahu perkembangan kejiwaaan seorang anak, semakin
mengenal kebutuhan-kebutuhan anak usia
dini, bisa mengatasi
masalah-masalah yang sering
terjadi di sekolah dengan lebih bijaksana, dan menyatukan pemahaman guru dan orang tua dalam mendidik anak. Biasanya, setelah
ada kegiatan parenting (dalam
bentuk seminar, atau
training) di sekolah yang menghadirkan guru dan orang tua, komunikasi
antara guru dan orang tua
akan terjalin lebih baik.
E.
Treatment
Perilaku agresif
yang dilakukan seorang anak perlu ditangani secara serius, agar tidak berdampak
terhadap perkembangan kepribadian anak. Pendidik harus menentukan dan menemukan
tindakan-tindakan yang efektif guna mengatasi perilaku agresif anak.
Penanganan terhadap masalah perilaku agresif harus
dilakukan secara menyeluruh, artinya semua pihak harus terlibat termasuk guru,
orang tua dan lingkungan sekitarnya. Terhadap anak yang menampilkan perilaku
yang agresif, biasanya dikenakan hukuman akibat perilaku yang ia kerjakan. Tapi
jika hukuman yang diberikan tidak secara konsisten atau tertunda maka hukuman
tersebut tidak akan menyelesaikan masalah justru akan meningkatkan perilaku agresif.
Jika
memang anak harus dihukum, pendidik bisa memberikan hukuman lain tanpa
menggunakan kekerasan atau pukulan.
hukuman yang diberikan dengan syarat
hukuman tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan dan tidak boleh
sewenang-wenang, harus bersifat memperbaiki, tidak boleh bersifat ancaman atau
balas dendam, jangan menghukum dalam keadaan marah, jangan melakukan hukuman
badan, hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara si pendidik dan yang di
didik serta harus adanya kesanggupan untuk memberi maaf jika anak telah
menyesali perbuatannya.
Dalam lingkungan keluarga berilah anak salah satu
bentuk penguatan positif seperti perhatian dan pujian untuk perilaku yang
positif agar meningkatkan perilaku yang baik kepada seorang anak,dan pengarahan
kepada perilaku yang agresif, penerapan
disiplin yang konsisten, memantau kegiatan anak selama berada diluar,
memberikan model kepada anak agar tidak berperilaku agresif juga, memperbanyak
komunikasi dengan anak. Perlu juga diperhatikan saat anak menonton televisi
harus dalam pengawasan.
Dalam lingkungan sekolah guru menampilkan tingkah
laku positif sebagai model bagi anak dengan tidak menampilkan perilaku agresif
juga misalnya marah atau balas membentak ketika menghadapi anak yang agresif.
Biasanya agresif anak muncul karena tidak mampu menyelesaikan suatu tugas.
Untuk itu, bantu anak untuk berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika
kemungkinkan dan dirasakan perlu bawalah anak ke psikolog agar dapat diketahui
penyebab dan penanganan perilakunya secara menyeluruh.
Perlunya
konselor dan pendidikan
karakter yang baik. Bila saya amati,
beberapa sekolah anak usia dini tidak memiliki seorang konselor. Seorang konselor biasanya adalah seseorang yang memiliki dasar pendidikan psikologi.
Keberadaan seorang konselor sangat
penting di sebuah sekolah untuk
mengatasi masalah yang terjadi
di sekolah atau
yang berhubungan dengan
kepribadian anak. Kewajiban seorang konselor juga tidak lepas dari pendidikan
karakter, misalnya dengan
mengajarkan sopan santun kepada anak,
mengajarkan nilai moral kepada
anak, dan masih banyak lagi. Dan yang tak kalah penting, seorang konselor anak usia dini harus tahu
mengajar anak-anak didiknya dengan cara
yang menyenangkan. Misalnya dengan lagu, dongeng, permaian, dan lain-lain.
Sehingga anak tidak hanya sekedar bermain dan mendapatkan ilmu, namun juga mendapatkan pendidikan moral yang baik. Keberadaan seorang konselor, juga bisa menjadi penengah saat
ada masalah yang terjadi di
sekolah. Konselor bisa menjadi penengah
atau penjalin komunikasi antara guru,
orang tua, anak didik, dan kepala sekolah.
BAB IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Perilaku agresif anak adalah perilaku negative yang dilakukan oleh
anak yang dapat mengganggu, menyakiti
dan merugikan orang lain maupun benda-benda disekitar. Perilaku yang
negative tersebut dapat berupa perkataan (mengejek, mengolok,menghina dan
berbicara kasar) dan perbuatan ( berkelahi, mengganggu, merusak, menendang,
memukul, dll).
Penanganan terhadap masalah perilaku agresif harus dilakukan secara
menyeluruh, artinya semua pihak harus terlibat termasuk guru, orang tua dan lingkungan
sekitarnya.
- Saran
Orang tua diharapkan
dapat mengurangi bahkan menghilangkan pemberian hukuman kepada anak karena
hukuman yang diberikan akan menjadi pemicu besar pembentukan perilaku agresi
anak. Untuk mendisiplinkan anak tidak perlu memakai hukuman maupun kekerasan.
Berilah anak salah satu bentuk penguatan positif seperti perhatian dan pujian
untuk perilaku yang positif agar meningkatkan perilaku yang baik kepada seorang
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Poerwodarminto.
W.J.S. (1995). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Handayani, dkk.
(2000). Hubungan Antara Intensitas Kekerasan Fisik dan Verbal yang Diterima
Anak Dari Orang Tua dengan Kecenderungan Agresif Anak. Jurnal Psikologi, 5,
32-40.
sarwono, S.W. (1994). Psikologi social. Jakarta : Balai Pustaka
kartono, K. (1991).
Patologi Sosial 3. Kenakalan Remaja. Jakarta:CV. Rajawali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar